by. ian. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

MOP (Cerita Lucu ala Papua)

 
MOP yang merupakan Cerita-cerita lucu masyarakat di tanah Papua, MOP ini bisa juga diartikan sebagai  (Mati ketawa ala Orang Papua),

Apakah kamu pernah dengar lawakan ala PAPUA ini ? Jangan dibilang lagi ...dijamin lawakan cerita lucu teman-teman kita dari Papua ini pasti bakalan bikin kita ketawa habis-habisan.

Saya sendiri termasuk pengemar MOP, terkadang saya dibuat ngekek oleh teman-teman, dan perlu anda kalian ketahui bahwa ternya MOP ini cukup manjur mengobati orang-orang yang lagi Stresss.. Kalo tidak percaya silahkan main ke Papua dan suruh saudara-saudara kita di sini untuk MOP atau cerita-cerita lucu.

MOP ini seperti sudah menjadi kebiasan teman-teman di Papua, kadang-kadang, pas lagi ngopi atau nongkrong di lobi kampus, atau dimana saja kebetulan teman-teman sedang ngumpul, nah..paling sangat asyik apabila ada sahabat yang buka suara untuk cerita lucu MOP ala Papua ini, terkadang sampai lupa waktu pulang, gara-gara  ketagiahan dengar cerita lucu kekocakan mereka.
Mungkin kalian tidak percaya cobah deh simak guyonan MOP ala Papua di bawah ini :
---------------------------------------
Pada Suatu hari, ada seorang wartawan datang ke papua untuk melihat kebudayaan disana. Lalu, ia bertanya pada kepala sukunya:
*Wartawan : "Pak, terbuat dari apa koteka itu?".
-Kepala suku: "Oh..itu terbuat dari terong hutan yang dipanggang hingga kering, lalu isinya dibuang".
*Wartawan: "Kenapa tidak pakai daun pisang saja pak?".
-Kepala suku:"ko gilla ka!! Ko pikir sapu barang (kemaluan) ini LONTONG Ka..."!!!
 
----------------------------------
Ada Pace Orang Gunung Baru terima uang banyak dari hasil penjualan tanahnya yang baru dibeli oleh Pengusaha Kaya.
Bapak ini kekota dan berniat ingin beli HP yang paling bagus.
*Orang Gunung : HP yang Mahal disini harganya berapa....
-Penjual HP  : 10 Juta Pak ini Model terbaru...
*Orang Gunung : Ohhh No Problem...Bungkus saja saya punya uang banyak kok...saya akan bayar Cash..walau mahal sekalipun
-Penjual HP : O yah.. Bapak Tinggal dimana...
*Orang Gunung : ooo Bapak tinggal Di Pedalaman...Jauh dari sini
-Penjual HP : Waduh...Pak...coba di cek dulu siapa tau Signal di tempat Bapak tidak ada.
*Orang Gunung : ooo No Problem...Saya akan beli semuanya...jangan lupa ya ade....bungkus juga sekalian dengan signal-signalnya itu semua harganya berapa.
-Penjual HP : ?????? 
---------------------------------------
 
Nah ..ini baru satu dua dari sekian banyak cerita yang bisa kita dengarkan dari teman-teman di papua ini, belum lagi ditambah dialeg dan gaya khas mereka bercerita...dijamin pasti teman-teman sekalian ngakak sampai mati...ok bila ingin lebih seru lagi...silahkan main-main ke daerah Papua, dan minta diceritain MOP oleh teman-teman disini, pasti bakalan hilang penyakit Stresssnya...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments0

Buah Matoa

 
Pernahkah teman-teman merasakan buah Matoa....? 
Ini adalah buah khas yang tumbuh di daerah Tanah Papua, Pohon Matoa itu sendiri  tergolong pohon yang besar dengan tinggi rata-rata 18 meter dengan diameter rata-rata maksimum 100 cm. Umumnya berbuah sekali dalam setahun. Berbunga pada bulan Juli sampai Oktober dan berbuah 3 atau 4 bulan kemudian.
Penyebaran buah matoa di Papua hampir terdapat di seluruh wilayah dataran rendah hingga ketinggian ± 1200 m dpl. Tumbuh baik pada daerah yang kondisi tanahnya kering (tidak tergenang) dengan lapisan tanah yang tebal. Iklim yang dibutuhkan untuk pertumbuhan yang baik adalah iklim dengan curah hujan yang tinggi (>1200 mm/tahun).
Di Papua dikenal 2 (dua) jenis matoa, yaitu Matoa Kelapa dan Matoa Papeda. Ciri yang membedakan keduanya adalah terdapat pada tekstur buahnya, Matoa Kelapa dicirikan oleh daging buah yang kenyal dan nglotok seperti rambutan aceh, diameter buah 2,2-2,9 cm dan diameter biji 1,25-1,40 cm. Sedangkan Matoa Papeda dicirikan oleh daging buahnya yang agak lembek dan lengket dengan diamater buah 1,4-2,0 cm. Dilihat dari jenis warna buahnya, baik Matoa Kelapa mapun Matoa Papeda dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu matoa merah, kuning, dan hijau.
Buah matoa dapat dimakan dengan segar. Cita rasa buah ini sangat khas seperti rasa rambutan bercampur dengan lengkeng dan sedikit rasa durian. Karena rasa dan aroma yang dikandungnya membuat matoa memiliki nilai ekonomi penting bagi masyarakat Papua. Harga jual rata-rata mencapai Rp. 20.000/kg bahkan sering lebih dan tidak pernah murah, bahkan kalau baru berbuah pada musimnya dan masih kurang di pasaran buah ini bisa dijual mencapai harga100 ribu/kg, buah ini banyak dipesan peminat di luar Papua sebagai oleh-oleh. Bila sedang musim buah matoa banyak dijual di pasar-pasar, pedagang kaki lima, maupun dijual di tepi jalan. Buah matoa mempunyai kulit buah relatif tebal dan keras sehingga dapat tahan lama jika disimpan yaitu bisa disimpan hingga 1 minggu tanpa perlakuan pengawetan dan jika disimpan dalam suhu 5-10oC buah matoa dapat dipertahankan hingga 20 hari. 
Nah bagi teman-teman yang penasaran makan buah ini silahkan berkunjung ke tanah Papua, tapi harus pada musimnya ya..? kalo tidak musim biar mau beli  dengan harga selangitpun bakalan buah ini tidak akan ada di pasaran..he..he...Ntar kalo berminat siapa yang mau rasakan silahkan beli bila musimnya telah tiba..bakalan dijamin rasa buah ini lain daripada yang lain tidak sama dengan buah-buahan yang tumbuh di daerah lain, dan bila anda penasaran bagi yang tinggal berada diluar Papua kemungkinan tidak ada salahnya di coba dan bisa memesan kepada rekan-rekan kalian yang mungkin lagi melancong atau menetap di tanah Papua.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments0

Koteka


Koteka adalah pakaian untuk menutup kemaluan laki-laki dalam budaya penduduk asli pulau Papua.
Koteka terbuat dari kulit Labu air, Lagenaria siceraria. Isi dan biji labu tua dikeluarkan dan kulitnya dijemur. Secara harfiah, kata ini bermakna "pakaian", berasal dari bahasa salah satu suku di Paniai. Sebagian suku pegunungan Jayawijaya menyebutnya holim atau horim.
Tak sebagaimana anggapan umum, ukuran dan bentuk koteka tak berkaitan dengan status pemakainya. Ukuran biasanya berkaitan dengan aktivitas pengguna, hendak bekerja atau upacara. Banyak suku-suku di sana dapat dikenali dari cara mereka menggunakan koteka. Koteka yang pendek digunakan saat bekerja, dan yang panjang dengan hiasan-hiasan digunakan dalam Upacara Adat.
Namun demikian, setiap suku memiliki perbedaan bentuk koteka. Orang Yali, misalnya, menyukai bentuk labu yang panjang. Sedangkan orang Tiom biasanya memakai dua labu.
Seiring waktu, koteka semakin kurang populer dipakai sehari-hari. Koteka dilarang dikenakan di kendaraan umum dan sekolah-sekolah. Kalaupun ada, koteka hanya untuk diperjualbelikan sebagai cenderamata.
Dikawasan Pegunungan yaitu seperti di Wamena, koteka masih dipakai. Untuk berfoto dengan pemakainya, wisatawan harus merogoh kantong beberapa puluh ribu rupiah. Di kawasan pantai, orang lebih sulit lagi menemukannya.
Pembuatan koteka tersebut adalah buah yang mirip labu atau disebut bobbe oleh penduduk setempat, ini akan dipetik apabila buah tersebut sudah tua, kemudian buah tersebut dimasukkan kedalam pasir halus. Di atas pasir halus tersebut dibuat api yang besar. Setelah panas kulit bobbe akan lembek dan isinya akan mencair, lalu biji-biji beserta cairan akan keluar dari dalam ruas bobbe. Setelah itu, bobbe digantung (dikeringkan) di perapian hingga kering. Setelah kering dilengkapi dengan anyaman khusus dan siap pakai sebagai koteka. 
Mengenai ukuran dan bentuk koteka tak berkaitan dengan status pakaiannya, ukuran biasanya berkaitan dengan aktivitas pengguna, hendak bekerja atau upacara. Banyak suku-suku disana dapat dikenali dari cara mereka menggunakan koteka. Koteka yang pendek digunakan saat bekerja, dan yang panjang dengan hiasan-hiasan digunakan  dalam upacara adat.

Sedikit melihat sejarah kebelakang bahwa pada Tahun 1950-an, para Misionaris mengampanyekan penggunaan celana pendek sebagai penganti koteka. Ini tidak mudah.  Suku Dani di Lembah Baliem saat itu kadang-kadang mengenakan celana, namun tetap mempertahankan koteka.
Pemerintah RI sejak 1960-an pun berupaya mengurangi pemakaian koteka. Melalui para gubernur, sejak Frans Kaisiepo pada 1964, kampanye anti koteka digelar.
Pada 1971, dikenal istilah "operasi koteka" dengan membagi-bagikan pakaian kepada penduduk. Akan tetapi karena tidak ada sabun, pakaian itu akhirnya tak pernah dicuci. Pada akhirnya warga Papua malah terserang penyakit kulit.

Nah saat ini kita sudah jarang melihat orang memakai pakaian ini, apalagi di daerah yang saat ini sudah semakin maju dengan aktivitas dan peradabannya, bagi teman-teman yang mungkin penasaran atau kepingin liat orang memakai Koteka mungkin hanya ada disaat acara-acara adat berlangsung itupun biasanya kita harus berkunjung ke daerah Wamena, dan bila kalian ingin berfoto dengan penduduk suku setempat yang memakai Koteka ini siapkan uang anda karena saat ini apapun itu bentuknya sudah jarang yang istilah Gratis..he..he... dan juga bagi  teman-teman yang kepingin koleksi Koteka, ini bisa banyak di dapatkan di tempat penjualan Souvenir-souvenir di Papua, tinggal tanya saja dimana tempat penjualan Souvenir Papua, pasti masyarakat setempat di papua sudah hapal diluar kepala dengan tempat-tempat yang menjual souvenir tersebut...kalo tidak percaya silahkan berkunjung ke Papua dan tanyakan sendiri..dijamin bakalan tidak pake lama deh...Jawabannya..

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments0