by. ian. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Koteka


Koteka adalah pakaian untuk menutup kemaluan laki-laki dalam budaya penduduk asli pulau Papua.
Koteka terbuat dari kulit Labu air, Lagenaria siceraria. Isi dan biji labu tua dikeluarkan dan kulitnya dijemur. Secara harfiah, kata ini bermakna "pakaian", berasal dari bahasa salah satu suku di Paniai. Sebagian suku pegunungan Jayawijaya menyebutnya holim atau horim.
Tak sebagaimana anggapan umum, ukuran dan bentuk koteka tak berkaitan dengan status pemakainya. Ukuran biasanya berkaitan dengan aktivitas pengguna, hendak bekerja atau upacara. Banyak suku-suku di sana dapat dikenali dari cara mereka menggunakan koteka. Koteka yang pendek digunakan saat bekerja, dan yang panjang dengan hiasan-hiasan digunakan dalam Upacara Adat.
Namun demikian, setiap suku memiliki perbedaan bentuk koteka. Orang Yali, misalnya, menyukai bentuk labu yang panjang. Sedangkan orang Tiom biasanya memakai dua labu.
Seiring waktu, koteka semakin kurang populer dipakai sehari-hari. Koteka dilarang dikenakan di kendaraan umum dan sekolah-sekolah. Kalaupun ada, koteka hanya untuk diperjualbelikan sebagai cenderamata.
Dikawasan Pegunungan yaitu seperti di Wamena, koteka masih dipakai. Untuk berfoto dengan pemakainya, wisatawan harus merogoh kantong beberapa puluh ribu rupiah. Di kawasan pantai, orang lebih sulit lagi menemukannya.
Pembuatan koteka tersebut adalah buah yang mirip labu atau disebut bobbe oleh penduduk setempat, ini akan dipetik apabila buah tersebut sudah tua, kemudian buah tersebut dimasukkan kedalam pasir halus. Di atas pasir halus tersebut dibuat api yang besar. Setelah panas kulit bobbe akan lembek dan isinya akan mencair, lalu biji-biji beserta cairan akan keluar dari dalam ruas bobbe. Setelah itu, bobbe digantung (dikeringkan) di perapian hingga kering. Setelah kering dilengkapi dengan anyaman khusus dan siap pakai sebagai koteka. 
Mengenai ukuran dan bentuk koteka tak berkaitan dengan status pakaiannya, ukuran biasanya berkaitan dengan aktivitas pengguna, hendak bekerja atau upacara. Banyak suku-suku disana dapat dikenali dari cara mereka menggunakan koteka. Koteka yang pendek digunakan saat bekerja, dan yang panjang dengan hiasan-hiasan digunakan  dalam upacara adat.

Sedikit melihat sejarah kebelakang bahwa pada Tahun 1950-an, para Misionaris mengampanyekan penggunaan celana pendek sebagai penganti koteka. Ini tidak mudah.  Suku Dani di Lembah Baliem saat itu kadang-kadang mengenakan celana, namun tetap mempertahankan koteka.
Pemerintah RI sejak 1960-an pun berupaya mengurangi pemakaian koteka. Melalui para gubernur, sejak Frans Kaisiepo pada 1964, kampanye anti koteka digelar.
Pada 1971, dikenal istilah "operasi koteka" dengan membagi-bagikan pakaian kepada penduduk. Akan tetapi karena tidak ada sabun, pakaian itu akhirnya tak pernah dicuci. Pada akhirnya warga Papua malah terserang penyakit kulit.

Nah saat ini kita sudah jarang melihat orang memakai pakaian ini, apalagi di daerah yang saat ini sudah semakin maju dengan aktivitas dan peradabannya, bagi teman-teman yang mungkin penasaran atau kepingin liat orang memakai Koteka mungkin hanya ada disaat acara-acara adat berlangsung itupun biasanya kita harus berkunjung ke daerah Wamena, dan bila kalian ingin berfoto dengan penduduk suku setempat yang memakai Koteka ini siapkan uang anda karena saat ini apapun itu bentuknya sudah jarang yang istilah Gratis..he..he... dan juga bagi  teman-teman yang kepingin koleksi Koteka, ini bisa banyak di dapatkan di tempat penjualan Souvenir-souvenir di Papua, tinggal tanya saja dimana tempat penjualan Souvenir Papua, pasti masyarakat setempat di papua sudah hapal diluar kepala dengan tempat-tempat yang menjual souvenir tersebut...kalo tidak percaya silahkan berkunjung ke Papua dan tanyakan sendiri..dijamin bakalan tidak pake lama deh...Jawabannya..

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar